Berbagai Tanggapan Atas Putusan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar Sidang Praperadilan Prof. Antara

0
226
Foto: Dr. Dewa Palguna, S.H., M.Hum., dalam Sarasehan Kebangsaan di Oemah Ganjar, (2/5)

Badung, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media – Putusan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar menolak permohonan Rektor Unud dalam sidang Praperadilan terhadap penetapan tersangka kasus dugaan korupsi dana SPI Universitas Udayana, (2/5/2023).

Penolakan praperadilan ini berdasarkan pada pertimbangan hakim,  bahwa dalam  Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 21/PUU-XII/2014 selain memuat perluasan obyek pra peradilan, juga memberikan penjelasan atas pengertian “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” yaitu adalah minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP.

Bahwa Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.

Foto: Sarehan Kebangsaan Oemah Ganjar, Selasa (2/5)

“Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut serta ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, dapat disimpulkan bahwa yang dipersyaratkan dalam penetapan tersangka adalah : hanya menilai aspek formil; adanya alat bukti yang sah paling sedikit 2; dan tidak memasuki materi perkara,” paparnya.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dipersidangan, pengadilan berpendapat telah terdapat alat bukti berupa saksi, ahli dan surat dalam penetapan pemohon sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan dana SPI mahasiswa baru seleksi jalur mandiri Universitas Udayana tahun akademik 2018/2019 sampai dengan 2022/2023.

Baca Juga : BEM Udayana Audensi ke Kejati Bali: GPS Semoga Bukan Bagian Dari Konspirasi Besar

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan semua alat bukti tersebut digunakan oleh termohon sebagai alat bukti untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka, dengan demikian telah terdapat 3 alat bukti yang digunakan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka;

Dan, berdasarkan keseluruhan pertimbangan tersebut di atas, pengadilan berkesimpulan bahwa penetapan pemohon Prof. Dr. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. sebagai tersangka telah didasarkan pada 3 alat bukti, oleh karenanya telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Jo. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, dengan demikian termohon dapat membuktikan dalil-dalil sangkalannya, mutatis mutandis penetapan tersangka atas diri pemohon adalah sah adanya.

Baca Juga : BEM UNUD Sampaikan Kendala Sistem di Kampus Pasca Penetapan Rektor Sebagai Tersangka

Sementara ditempat terpisah yaitu di Oemah Ganjar mantan Hakim Konstitusi yang juga ahli hukum dan akademisi Dr. Dewa Palguna, S.H., M.Hum., yang berhasil diwawancara awak media memberikan tanggapan atas putusan Hakim PN Denpasar.

Menurutnya bahwa praperadilan itu adalah soal pendapat hakim apakah prosedur penetapan tersangka tersebut dipandang memenuhi syarat atau tidak, itu tidak merubah substansi . “ Soal ditolak atau  tidaknya praperadilan namun  substansinya bukan itu, tapi kasus ini kuat apa tidak itu dua hal yang berbeda. Kasus ini kasus kuat atau tidak diangkat sebagai kasus tindak pidana korupsi,” ujar mantan Hakim MK ini.

“ Seumpama  kasus praperadilan dikabulkan oleh Hakim, nanti  bisa saja dari pihak Kejati Bali, diperbaiki prosedurnya kemudian ditetapkan kembali. Nah karena dipraperadilan ditolak maka fokus kita nanti ke substansinya. Apakah nanti  Jaksa sebagai penyidik dan sebagai penuntut benar-benar bisa merekonstruksi bahwa ini kasus ini adalah kasus Tindak Pidana Korupsi,” sambung Dewa Palguna. “Anda sudah mengikuti kemaren pendapat para ahli kan, nggak usah nanya dari mulut saya anda sudah tahu sendiri dan bisa merumuskan sendiri,” pungkasnya.

[AW/BLM]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here