Denpasar, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media – Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka. Dalam lontar Sundarigama disebutkan: “Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.”
Artinya:
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
Kata “Pagerwesi” artinya pagar dari besi. Ini melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak. Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Pada hari raya Pagerwesi ini juga adalah hari yang paling baik untuk mendekatkan Atman kepada Brahman sebagai guru sejati. Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pagar besi” untuk melindungi hidup kita di dunia ini.

Tujuan Hari Pagerwesi adalah untuk memperkuat ketabahan spiritual seseorang dan melindungi diri dari pengaruh negatif. Diyakini bahwa pada hari ini, alam semesta berada dalam keadaan seimbang dan harmonis, dan kekuatan para dewa berada pada titik terkuatnya. Oleh karena itu, umat Hindu di Bali melakukan berbagai ritual dan upacara untuk menghormati dewa dan memohon perlindungan.
Dalam perayaan Pagerwesi ini umat memuja Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Siwa Mahaguru atau Sang Hyang Pramesti Guru (guru dari segala guru). Sang Hyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur. Lewat bimbingan gurulah kita dapat mengusai pengetahuan dengan baik.
Untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang diturunkan saat Saraswati, kita sesungguhnya memerlukan guru. Dalam hal ini peran guru sangatlah mulia. Saat Pagerwesilah umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai mahaguru. Setelah umat mendapat ilmu pengetahuan, teori pengetahuan itu perlu dipraktikkan atau diimplementasikan. Dalam mengimplementasikan itu perlu guru pembimbing agar tidak disalahgunakan.
Hindu mengenal ajaran Catur Guru dan Guru Susrusa, di mana umat diajarkan untuk senantiasa hormat dan bakti kepada Guru termasuk guru spiritual. Kita di Indonesia tentu bisa menjadikan Pagerwesi sebagai waktu yang tepat untuk melakukan Guru bhakti. Di India sendiri, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima dan hari raya Walmiki Jayanti. Upacara Guru Purnima pada intinya adalah hari raya untuk memuja Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi kitab suci Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Resi Vyasa sendiri memang diyakini sebagai Adi Guru Loka yaitu gurunya alam semesta.
Sebagaimana biasa, umat Hindu melakukan persembahyangan di Pura atau bisa juga di rumah/merajan masing-masing. Persembahyangan umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari, sekalipun ada pula yang sembahyang pada sore hari. Sedangkan menurut pedoman sastra, pada tengah malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi).
Dalam perayaan Pagerwesi inilah umat sejatinya diajarkan tentang kewaspadaan menghadapi berbagai tantangan. Dengan demikian kita penuh kesadaran. Saat kita menghadapi berbagai tantangan, kita sejatinya diajarkan menarik diri ke dalam yakni merenung. Dengan demikian kita dapat dengan jelas melihat persoalan sehingga mampu mencari solusi pemecahannya atau memperoleh jalan yang terang tetap berada di jalur kebenaran.
Sumber: situs PHDI
[Red/BLM]