
Badung, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media – Sarasehan Kebangsaan yang di gagas oleh pendukung Ganjar Pranowo sebagai Presiden 2024, dengan menghadirkan dua narasumber bertempat di Oemah Ganjar, Dalung, Badung, Bali, Selasa (2/5/2023).
Sarasehan Kebangsaan dibuka oleh Agung Putra mewakili tuan rumah Oemah Ganjar. Dalam sambutannya ia menyampaikan, Sarasehan ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi dalam menguatkan semangat Kebangsaan menjelang pilpres 2024.

“Terlebih saat ini dalam mencermati tensi politik pasca ditetapkannya Ganjar Pranowo sebagai calon Presiden oleh partainya PDI Perjuangan. Tentunya para pendukung Ganjar yang berada di luar partai baik itu Relawan Ganjar yang sudah terbentuk, ataupun yang akan tumbuh perlu menjalin komunikasi dan menyamakan frekwensi dalam memenangkan Ganjar dengan cara beretika,” ujar Agung Putra.
Sarasehan Kebangsaan kali ini menghadirkan tokoh akademisi dan pakar ilmu Hukum Dr. Dewa Palguna, S.H., M.Hum., dan Dosen Ilmu Sosial Politik Dr. Kadek Dwita, dari Departement of Political Science, Universitas Indonesia.
Selanjutnya Kadek Dwita, dalam paparannya tentang generasi milleneal, Gen-Z, terkait dengan menyikapi perkembangan politik dan nilai kebangsaan. Menurutnya Gen -Z bukannya tidak menaruh perhatian pada perkembangan politik atau bukannya tidak m u berpartisipasi politiknya.

Menurutnya ada perbedaan cara pandang antara Gen Milleneal dengan Gen-Z dalam melihat atau merespon politik. Kesejahteraan sosial harus menjadi panglima di negara ini. Gen-Z dalam kebiasaannya merupakan generasi yang susah tidur.
Gen-Z yang kebanyakan berada dalam posisi mapan, dan menurut survei mereka itu justru berfikir akan masa depan mereka selanjutnya. Mereka itu selalu melihat kondisi mapan saati ini, yang menimbulkan kecemasannya dimasa datang.
” Terkait dengan pemilu atau pilpres Gen-Z ingin hal yang baru yang genuine dalam meng-campaign kampanye untuk menarik mereka. Bagaimana menjadi keren di mata Gen-Z krn ada perbedaan dengan gen millieneal, kalo milleneal melihatnya penampilan calon seperti saat jama 2014 dan 2019 dengan baju kotak-kotak dan sepatu yang keren. Gen- Z ciri-cirinya, tidak ada yang sekolah naik sepeda jengki. Mayoritas mereka ada di kelas menengah dengan Pendidikan yang lebih baik,” ujar Kadek Dwita
Gen-Z mengamatinya secara substanstif, apakah akan bisa memberikan kesejahateraan sosial bagi mereka. Apa bantuan negara pada mereka saat mereka tua, itulah yang menjadi permasalahannya dan kita harus menyelami permasalahan mereka,” ujar Dedek dalam paparannya.
“Berdasarkan hasil penelitian, kekhawatiran Gen-Z adalah persaingan ke depannya apakah mereka mampu bersaing. Ciri-ciri : tidak ada yang sekolah naik sepeda jengki. Mayoritas di kelas menengah dengan Pendidikan yang lebih baik.
“Buatlah substansi yang sampai ke mereka. Hari ini Gen Z tidak mau pakai kartu (cardless), seperti, Kartu Indonesia Pintar, sebaiknya membuat aplikasi untuk kesejahteraan mereka. Jadi Perlu campaign yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Maka tim kampanye perlu mencari pola campaign yang baru. Gen Z adalah gen pembosan. mereka itu tidak suka meniru, tapi perlu yang genuine,” ujarnya.
Sementara narasumber Dewa Palguna, menyampaikan perlu adanya pola dan pemetaan dalam kampanye. Menurutnya adalah bagaimana cara meyakinkan pemilih terutama bagi Gen- Z. Bahwa calon Presiden nanti adalah yang mempunyai integritas, dan memberikan solusi bukan hanya yang pintar ngomong. “Perlu kecerdasan dalam mengemas konten kampanye di media sosial. Menurutnya jaman itu berubah-ubah dalam era tersebut,” ujar Dewa Palguna Hakim Konstitusi periode 2015-2020.
“Kalo dulu siapa yang menguasai lautan dialah menguasai dunia, yang kedua muncul era siapa yang menguasai ruang angkasa mereka yang bisa menguasai dunia. Namun untuk saat ini siapa yang menguasai media atau informasi dia yang akan menguasai dunia,” ujar Dewa Palguna.
Apa yang disampaikan media itu belum tentu benar. Peran media ini sangat strategis seperti yang terjadi di Pilipina dengan Ferdinand Marcos Junior mampu memimpin Philipina.
Menurut Dewa Palguna generasi yang memiliki keterputusan yang panjang dengan republik ini seperti Gen- Z, bagaiman sikap dan respon mereka terhadap sejarah bangsa ini, sementara kita bercerita tentang itu, tersugesti oleh itu,” ungkapnya.
Bahwa kita berdemokrasi di tingkat norma dan kelembagaan bukan di tingkat nilai-nilai. Ini menyebabkan semakin cemas , Dengan membuat uu ITE, bahwa pakar ahli pidana mengatakan sudah dosis penghukuman sudah melampaui batas, bahwa ancaman pidana sudah over.
Menurutnya jawabannya adalah meregulasi media dengan membuat kontra narasi. Ini harus menjadi substansi dalam kampanye nanti. Sehingga diperlukan kecerdikan dalam membuat conten.
Namun etika politik campaign manager, harus memilih cara berkampanye yang beretika. Tentang segmentasi pemilih, harus ada balance, segmen pemilih yang lain jangan ditinggalkan” tutupnya.
Diskusi dalam Sarasehan ini sangat hidup disamping peserta bertanya juga memberikan gagasan dalam topik diskusi ini.
Di akhir tuan rumah Oemah Ganjar IGN Agugn Diatmika, mengucapkan terima kasih kepada kedua narasumber, dan menyampaikan apresiasi atas kehadiran relawan dan media.
“Ini adalah langkah awal kita dalam upaya untuk berdiskusi untuk menentukan sosok pemimpin Indonesia pelanjut Jokowi. Sesuai dengan identitas kita sebagai pendukung Ganjar Pranowo maka kita harus semangat dan satu derap langkah dalam menentukan segmen pemilih terutama pemilih generasi muda tanpa melupakan segmen yang sudah berjalan,” ujar Agung Diatmika.
[AW/BLM]