
DENPASAR, KEN-KEN – Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Bali, yakni Raperda tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan secara Nominee, serta Raperda tentang Pengendalian Toko Modern Berjejaring. Selain itu, ia juga menyampaikan pendapat terhadap Raperda tentang Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas pada Rapat Paripurna ke-15 Masa Sidang I Tahun Sidang 2025–2026 di Gedung DPRD Bali.
Alih Fungsi Lahan dan Kepemilikan Nominee
Koster menegaskan, alih fungsi lahan produktif yang tidak terkendali dapat mengancam kedaulatan pangan, mengurangi ruang produksi pertanian, dan mengganggu keberadaan Subak sebagai warisan budaya Bali.
“Jika tidak dikendalikan, kondisi ini dapat memunculkan ketimpangan penguasaan lahan serta melemahkan kedaulatan agraria,” ujarnya.
Ia juga menyoroti praktik kepemilikan tanah secara nominee, yakni penggunaan nama pihak lain untuk menghindari aturan hukum. Praktik ini dinilai membuka peluang spekulasi, monopoli, dan penyalahgunaan hak atas tanah.
Pengendalian Toko Modern Berjejaring
Terkait Raperda Pengendalian Toko Modern Berjejaring, Koster menilai pertumbuhan pusat perbelanjaan dan toko modern yang pesat berpotensi menekan pasar rakyat serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Bila tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat mempengaruhi sendi perekonomian yang disokong UMKM,” tegasnya.
Ia menekankan perlunya regulasi untuk menciptakan keseimbangan antara toko modern berjejaring dengan pasar tradisional dan UMKM, sehingga iklim usaha tetap adil dan berdaya saing.
Hak Penyandang Disabilitas
Selain itu, Gubernur Koster menyampaikan dukungan terhadap Raperda tentang Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Menurutnya, regulasi ini penting untuk mewujudkan pembangunan Bali yang inklusif dan berkeadilan.
“Pemerintah Provinsi Bali mendukung kesungguhan untuk melindungi penyandang disabilitas dari diskriminasi serta memastikan hak mereka terpenuhi,” jelasnya.
Ia menambahkan, Perda Nomor 9 Tahun 2015 perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, mengingat isu disabilitas semakin kompleks. Instrumen hukum baru diperlukan agar seluruh urusan pemerintahan, pembangunan daerah, dan pelayanan publik mengadopsi prinsip inklusi, kesetaraan kesempatan, dan aksesibilitas universal.
Editor: Ken
