
Denpasar, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media –
Pulau Bali sangat terkenal sebagai daerah Pariwisata Internasional, dengan adat istiadat dan Budaya Bali yang luar biasa, menjadi daya tarik wisatawan. Masyarakat Bali setiap hari melakukan kegiatan Adat dan Budaya, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Namun perkembangan pariwista Bali, belum dirasakan dan tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan Krama Bali saat ini.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu tokoh dari Denpasar, A.A. Gede Agung Aryawan, S.T., yang saat ini maju sebagai Caleg nomer urut 1, DPRD Provinsi Dapil Denpasar, dari Partai Perindo dalam keterangan tertulisnya, pada (18/12), pagi.
Pada masa lalu masyarakat Bali menjaga adat dan budaya Bali sebagai bentuk swadharma krama Hindu Bali, sebagai bagian dari yajna dan bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Baca Juga :
Seiring perkembangan sektor Pariwisata di Bali, ketulusan dan bhakti ini perlahan mengalami pergeseran ditengah beban dan biaya yang semakin berat bagi masyarakat. Pelestarian Adat dan Budaya oleh Krama Bali yang berdampak signifikan terhadap perkembangan dan bisnis pariwisata ekonomi Bali, sementara hanya dinikmati oleh pengusaha yang sebagian besar didominasi pengusaha luar Bali.
Pengusaha lokal yang bergelut di UMKM seperti berjibaku untuk dapat keuntungan sekedar untuk bisa ngayah dan menyamabraya,” ujar Gung De.
Lebih lanjut Gung De berpandangan, seharusnya ini memberikan korelasi dalam peningkatan taraf hidup Krama Bali, sebagai bentuk kompensasi dalam merawat palemahan, pawongan dan parahyangan, dibalik kenaikan harga alat-alat upakara, dan upacara yang hampir setiap hari dijalankan oleh masyarakat.
Namun ironis, jika dilihat dari Upah Minimum Provinsi Bali (UMP) masih di bawah Rp.3 juta, tepatnya diangka Rp.2,8 juta di Tahun 2024.
“Dalam pelaksanaan pelestarian Adat dan Budaya Bali, masyarakat juga membutuhkan biaya cukup besar. Tentu sangat tidak masuk akal jika Upah Minimum Provinsi Bali (UMP) hanya ditetapkan Rp 2,8 Juta Tahun 2024,” ujarnya.
Padahal harga barang kebutuhan pokok masyarakat Bali termasuk biaya upacara adat & pelestarian Budaya sangat mahal. Mungkin lebih mahal dari kehidupan masyarakat di Kota Metropolitan seperti DKI Jakarta yang UMP nya Rp 5 Juta Perbulan.
Fakta di lapangan sebagai daerah pariwisata internasional sangat sering dikunjungi oleh konglomerat, oleh investor atau pemimpin negara maju seluruh dunia. Jadi fasilitas akomodasi mereka berstandar internasional, tentu ini membutuhkan biaya sangat mahal, dan berpengaruh juga pada kondisi harga barang kebutuhan pokok masyarakat Bali.
“Melihat fakta itu, maka tidak layaklah UMP Bali masih murah di angka Rp 2,8 Juta,” tegas Gung De Aryawan penuh semangat.
Sebagai Calon DPRD Provinsi Bali Dapil 1 Kota Denpasar dari Partai Perindo, saya akan memperjuangkan dan meminta Dinas Tenaga Kerja & Kepala Daerah di Bali, untuk menghitung dan mengkaji ulang parameter dasar perhitungan UMP/UMK di Bali yang sangat kecil, ini.
Menurutnya, jika kebutuhan pokok masyarakat Bali untuk menjaga pelestarian Adat Budaya, dimasukan dalam perhitungan upah, semestinya UMP Bali bisa setara dengan UMP DKI Jakarta.
“Ini masalah serius, agar pelestarian Adat Budaya Bali yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bisa diberikan insentif pada masyarakat yang menjaga dan melestarikan Adat Budaya, dan pariwisata budaya Bali dapat mensejahterakan masyarakat Bali dengan Upah Layak,” tutup Gung De.
[Art]