Hari Raya Galungan Meningkatkan Denyut Ekonomi Desa, Menumbuhkan UMKM

0
463
Foto: Salah seorang pedagan Penjor di lapangan Volley Desa Adat Peninjoan, (31/7).

Denpasar, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media –

Perayaan hari raya Galungan dan Kuningan yang menjadi hari besar umat Hindu di Bali mampu menggerakan denyut ekonomi di tingkat masyarakat desa. Hal ini terlihat di Desa Peguyangan Kangin, puluhan pedagang perlengkapan hari raya Galungan seperti, bambu, janur, dan perlengkapan penjor lainnya, (31/7).

Lapangan Volley yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk olah raga, disulap menjadi lapak pedagang penjor.

Pemilik lapak ternyata adalah warga setempat mulai membuka lapaknya sejak dua minggu sebelum hari raya. Dengan menyewa lapangan milik desa pedagang memulai berjualan dari pagi sampai sore bahkan malam hari.

Foto: Pedagan Penjor di Jl. Soka, Dentim.

Pak Nano, pemilik lapak saat ditemui adalah warga Desa Adat Peninjoan, Peguyangan Kangin yang sehari-harinya biasa bekerja serabutan sebagai kuli bangunan, menyewakan tenda untuk upacara yang dahulu sebagai sopir bus pariwisata.

Naluri bisnisnya ia gunakan untuk berjualan penjor menjelang hari Galungan yang dilakoni mulai pandemi Covid-19, yang mana saat pariwisata Bali terpuruk.

Menurutnya omset selama  berjualan  Rp. 115.000.000,-  yang berhasil dikumpulkan dari jualan bahan penjor, dan juga  penjor yang sudah jadi.

“Saya berjualan bahan-bahan penjor dan juga melayani penjor yang sudah jadi. Warga yang berbelanja kebanyakan dari warga disekitar Denpasar. Mereka mau ketempat saya karena harganya paling murah,” katanya.

Harga penjor yang dijual berkisar dari harga Rp. 250.000, s.d. Rp. 800.000,- yang paling mahal.

Dengan modal Rp. 25.000.000,- yang ia pinjam dari rentenir dengan bunga yang tinggi.

“Kalo dulu saya pinjam di LPD, tapi sekarang agak susah jadi biar cepat saya pinjam ke rentenir,” sambungnya.   

Sementara ditempat lain pedagang penjor di Jl. Soka Tohpati khusus menjual penjor yang sudah jadi sesuai dengan pesanan warga. Bahkan mendekati Galungan  sampai menolak pesanan dari masyarakat karena takut tidak terkejar.

Terlihat puluhan penjor dengan harga Rp.300.000,- dan satu penjor yang baru selesai dikerjakan dengan harga Rp. 800.000,-.

“Kami melayani pesanan, yang datang dari warga sekitar. Disamping penjor yang sudah jadi, kami juga melayani perlengkapan seperti, cane, sampyan penjor, dan gelung yang kami buat sendiri dengan mengajak tiga tenaga,” ujar ibu Made.

[AW]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here