DENPASAR – Menyikapi meningkatnya kasus bunuh diri di Bali, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Denpasar kembali menggelar talkshow publik bertajuk “Merawat Kesehatan Mental: Menjaga Harapan Masyarakat Kota Denpasar”. Kegiatan ini merupakan bagian dari program unggulan Denpasar Menyapa (DM), dan digelar pada Kamis (17/7/2025) di Istana Taman Jepun, Denpasar.
Talkshow ini merupakan kali kedua diselenggarakan SMSI Denpasar, setelah sebelumnya pada Juni 2025 membahas wacana pembangunan LNG dan dampaknya terhadap pariwisata Bali.
Ketua SMSI Kota Denpasar, Igo Kleden, mengatakan tema kesehatan mental diangkat sebagai respons atas data dan fenomena meningkatnya angka bunuh diri di Bali dalam beberapa tahun terakhir.
“Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri mencatat angka bunuh diri di Bali mencapai 3,07 per 100.000 penduduk pada 2023, jauh di atas rata-rata nasional yang berada di angka 0,2%,” ujar Igo.
Lebih lanjut, data Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan bahwa sekitar 14,9 persen populasi atau 118.822 orang berisiko mengalami masalah kejiwaan, dengan 5.546 orang di antaranya tergolong sebagai Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).
“Ini bukan isu pribadi semata, tapi masalah sosial yang perlu ditangani bersama. Talkshow ini kami harapkan menjadi ruang diskusi sekaligus solusi bersama dalam mencegah kasus serupa ke depan,” imbuh Igo, Rabu (16/7/2025).
Talkshow dihadiri sekitar 100 peserta dari berbagai instansi, komunitas, mahasiswa, dan masyarakat umum. Empat pembicara dihadirkan, yakni: dr. Amelia Dwi Nurulita Sugiharta, Sp.KJ (BIMC Hospital), I Dewa Nyoman Budiasa (Dirut Padma Bahtera Medical Group), Luh Putu Anggreni, SH (Pendamping Hukum UPTD PPA Kota Denpasar), Gede Eka Sandi Asmadi alias Bli Lolo (aktivis sosial). Acara dimoderatori oleh Ida Susiani, Sekretaris SMSI Kota Denpasar dan Pemimpin Redaksi wartabalionline.com.
Dalam pemaparannya, dr. Amelia menekankan pentingnya pengelolaan stres yang kerap menjadi pemicu bunuh diri. “Stres adalah hal yang wajar, namun perlu dikendalikan agar tidak berdampak buruk. Tidak ada masalah yang terlalu ringan atau terlalu berat; semuanya tergantung pemaknaan individu,” jelasnya.
Luh Putu Anggreni, dalam paparannya, menyoroti pentingnya manajemen kasus dalam isu kesehatan mental, khususnya bagi perempuan dan anak. Ia juga menekankan peran PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) sebagai garda depan perlindungan sosial di tingkat akar rumput.
Sementara itu, I Dewa Nyoman Budiasa mengulas dampak tekanan kerja dan ketidakpastian ekonomi pasca pandemi terhadap kesehatan mental masyarakat Bali. “Sering kali kita fokus pada kesehatan fisik, padahal mental kita pun perlu dirawat. Terutama di tengah tekanan ekonomi dan sosial yang semakin kompleks,” ungkapnya.
Menutup sesi diskusi, Gede Eka Sandi Asmadi (Bli Lolo) mengajak masyarakat untuk lebih terbuka dalam membahas isu kesehatan mental dan menghapus stigma yang melekat. Menurutnya, membangun komunitas suportif adalah salah satu kunci dalam menjaga kewarasan kolektif.
Selain diskusi panel, peserta juga mendapat layanan tes gula darah gratis dari BIMC Kuta. Acara ini didukung oleh sejumlah pihak, termasuk Istana Taman Jepun, BIMC Kuta, UPTD PPA Pemkot Denpasar, Paradise Stand Up Paddle, Bali Nice Diving, Melati Bali Resto, Moonstone Beach Lounge, The Village, Ganesha Ek Sanskriti, dan CV Asia Treasure. (Wins).
Editor: Ken