
DENPASAR, KEN-KEN – Gubernur Bali Wayan Koster menerima kunjungan kerja spesifik dari Komisi VII DPR RI yang dipimpin Dr. Evita Nursanty Iqbal di Jayasabha, Denpasar, Rabu (2/7). Kunjungan ini bertujuan menyerap aspirasi daerah sebagai bahan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait sektor energi dan pariwisata.
Dalam sambutannya, Dr. Evita Nursanty menyampaikan apresiasi atas pencapaian Bali dalam pengelolaan pariwisata. Namun, ia juga menyoroti berbagai isu aktual yang sedang hangat dibicarakan, seperti premanisme, over tourism, dan persoalan izin usaha vila.
“Kami sedang membahas RUU Kepariwisataan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Oleh karena itu, penting bagi kami untuk mendengar langsung kondisi riil di Bali,” ujar Evita.
Menanggapi hal itu, Gubernur Koster menegaskan bahwa Bali sangat berkepentingan dalam RUU tersebut karena pariwisata merupakan sektor utama penopang ekonomi daerah. Ia pun mengusulkan agar dalam RUU Kepariwisataan dicantumkan norma pemberian insentif bagi daerah yang menjadi penyumbang utama devisa pariwisata nasional.
“Dari Rp243 triliun devisa pariwisata nasional, Rp107 triliun atau sekitar 44 persen berasal dari Bali. Kontribusi ini sangat signifikan, dan Bali layak mendapatkan insentif seperti pembangunan infrastruktur, fasilitas strategis, dan dukungan lainnya,” tegas Koster.
Gubernur asal Desa Sembiran ini juga menegaskan bahwa sektor pariwisata telah membawa banyak manfaat bagi Bali, termasuk pembukaan lapangan kerja, penurunan angka kemiskinan, serta peningkatan daya saing daerah. Namun demikian, ia tidak menutup mata terhadap berbagai permasalahan yang muncul.
Di antaranya adalah alih fungsi lahan, peningkatan volume sampah, krisis air bersih, kemacetan, dominasi pelaku usaha asing, ketimpangan wilayah, migrasi tinggi, minimnya transportasi publik, hingga menjamurnya usaha ilegal oleh WNA.
“Masalah ini memang nyata, namun belum bisa disimpulkan sebagai over tourism. Luas Bali jauh lebih besar dari Singapura. Yang terjadi adalah perilaku wisatawan yang tidak tertib. Dari 6,4 juta wisatawan, mungkin tidak sampai seribu yang bermasalah, tetapi dampaknya besar terhadap citra Bali,” ujarnya.
Terkait penanganan masalah, Gubernur menyampaikan bahwa Pemprov Bali telah melakukan berbagai langkah strategis, termasuk penertiban dan deportasi wisatawan yang melanggar aturan. Namun semua dilakukan secara terukur agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap pemulihan sektor pariwisata.
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula sejumlah Anggota Komisi VII DPR RI, di antaranya Chusnunia Chalim, Beniyanto, Banyu Biru Djarot, Marcel Oehmke, Taufan Pratama Zasya, Izzuddin Al Qassam, Jamal Mirdad, Rico Sia, Erna Sari Dewi, Muhammad Hatta, Achmad Daeng Sere, Muh Zulfikar Suhardi, dan Bane Raja Manalu. Jajaran sekretariat Komisi VII DPR RI turut mendampingi.
Selain itu, hadir pula pimpinan asosiasi usaha pariwisata, perwakilan bupati/wali kota se-Bali, Direktur KEK Sanur dan KEK Kura-Kura Bali, serta pimpinan perangkat daerah terkait di lingkungan Pemprov Bali.
Editor: Ken