
DENPASAR, KEN-KEN — Komitmen membangun sistem hukum berbasis budaya lokal kembali ditegaskan melalui penandatanganan Komitmen Bersama Implementasi Bale Kertha Adhyaksa Provinsi Bali yang berlangsung di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Senin (30/6). Penandatanganan dilakukan oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana, Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan anggota DPD RI Rai Dharmawijaya Mantra.
Dalam sambutannya, Gubernur Bali Wayan Koster menekankan bahwa Bale Kertha Adhyaksa adalah langkah konkret merevitalisasi sistem hukum adat Bali yang telah eksis selama ribuan tahun. Ia menegaskan bahwa desa adat merupakan entitas hukum yang lengkap, memiliki wilayah, masyarakat, tatanan pemerintahan, dan sistem hukum tersendiri.
“Desa adat adalah entitas kecil dari sebuah negara. Memiliki struktur pemerintahan lengkap—eksekutif hingga yudikatif. Ini warisan leluhur yang hidup hingga kini, bahkan saat banyak daerah lain kehilangan sistem hukum adatnya,” jelas Gubernur Koster.
Ia menyambut baik inisiatif Kepala Kejaksaan Tinggi Bali yang menggagas Bale Kertha Adhyaksa sebagai forum penyelesaian masalah hukum melalui musyawarah, bukan pemenjaraan. Menurutnya, pendekatan hukum adat yang mengedepankan edukasi, sanksi sosial, dan pemulihan—seperti membersihkan pura atau denda adat—lebih manusiawi dan berdampak jangka panjang bagi harmoni sosial.
“Ini bukan sekadar program Kejaksaan. Ini adalah jalan bagi revitalisasi hukum adat yang terbukti efektif, berkeadilan, dan sesuai semangat gotong royong masyarakat Bali,” tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Provinsi Bali menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki pengakuan hukum formal terhadap desa adat melalui peraturan daerah. Saat ini sosialisasi Bale Kertha Adhyaksa telah dilakukan di seluruh sembilan kabupaten/kota di Bali.
Gubernur Koster mendorong agar segera disusun payung hukum dalam bentuk peraturan daerah guna memperkuat legalitas pelaksanaan Bale Kertha Adhyaksa di tingkat desa, kelurahan, hingga kabupaten/kota.
“Forum ini akan mengurangi beban perkara di pengadilan, memperkuat ketertiban sosial, dan membangun tata kelola pemerintahan yang berakar pada budaya,” tegasnya.
Dukungan Lintas Lembaga
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menyampaikan bahwa program Bale Kertha Adhyaksa telah terbentuk di seluruh kabupaten/kota di Bali. Ia menekankan bahwa pendekatan hukum berbasis adat bukan hanya tentang keadilan, tapi juga tentang menjaga nilai lokal sebagai solusi damai atas konflik sosial.
“Hukum tidak selalu harus sampai ke pengadilan. Dengan musyawarah dan hukum adat, banyak persoalan bisa selesai secara damai dan bermartabat,” ujarnya.
Ketua MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, menyebut bahwa kehadiran Bale Kertha Adhyaksa merupakan bentuk rekognisi nyata negara terhadap eksistensi hukum adat.
“Kami bersyukur, hukum adat yang telah lama kami jalankan kini mendapat tempat layak dalam sistem hukum nasional. MDA siap mendukung penuh,” tegasnya.
Anggota DPD RI Rai Dharmawijaya Mantra juga memberikan apresiasi. Ia menyebut inisiatif ini sebagai kontribusi konkret Bali dalam memperkaya wacana nasional tentang hukum adat.
“Bale Kertha Adhyaksa tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi menumbuhkan harmoni dan memperkuat semangat kebersamaan. Bali patut jadi model nasional,” ujar Rai Mantra.
Kolaborasi untuk Masa Depan
Acara ini turut dihadiri oleh Plt. Wakil Jaksa Agung RI Dr. Asep Nana Mulyana (secara daring), anggota DPD RI I Komang Mertha Jiwatama, para ketua DPRD kabupaten/kota, para bupati dan wali kota se-Bali, jajaran Forkopimda, FKUB, serta para bendesa adat dan tokoh masyarakat se-Bali.
Dengan semangat kolaboratif antara Pemerintah Provinsi, Kejaksaan, MDA, DPRD, DPD, dan seluruh komponen masyarakat, Bale Kertha Adhyaksa diyakini akan menjadi instrumen strategis dalam mewujudkan Bali yang berkeadilan, bermartabat, dan berbudaya.r:
Editor: Ken