Gubernur Koster: Bale Kertha Adhyaksa Satukan Hukum Adat dan Modern, Cegah Persoalan Hukum dari Akar

0
217
Foto: Gubernur I Wayan Koster, dan Kejati Bali, Ketut Sumedana, saat peresmian Bale Kertha Adhyaksa, (11/6).

JEMBRANA, KEN-KEN — Gubernur Bali Wayan Koster meresmikan Bale Kertha Adhyaksa Kejaksaan Negeri Jembrana, Rabu (11/6), di Ballroom Gedung Kesenian Ir. Soekarno, Jembrana. Ia menyebut, hadirnya Bale Kertha Adhyaksa merupakan terobosan cerdas dalam mengintegrasikan hukum adat Bali dan hukum modern demi menciptakan masyarakat yang lebih tertib, berkeadilan, dan sadar hukum.

“Ini bukan sekadar program biasa, tapi sebuah konsep bijak yang menyatukan dua sistem hukum dalam satu wahana. Sangat cocok untuk Bali,” tegas Gubernur Koster.

Gubernur Koster menegaskan bahwa Desa Adat di Bali, yang jumlahnya lebih dari 1.500, merupakan kekuatan sosial yang masih eksis dan utuh hingga kini. Ia menyoroti pentingnya Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat sebagai payung hukum dalam memperkuat keberadaan dan kewenangan hukum adat.

“Desa adat punya kelembagaan lengkap layaknya sebuah negara. Ada wilayah, rakyat (krama), prajuru, sabha desa, hingga aturan adat seperti awig-awig dan perarem. Ini warisan adiluhung yang harus kita rawat,” katanya.

Dengan hadirnya Bale Kertha Adhyaksa, masyarakat Bali memiliki ruang baru untuk menyelesaikan persoalan hukum secara partisipatif dan preventif di tingkat desa atau desa adat, sebelum sampai ke pengadilan.

Gubernur Koster juga menyambut baik wacana pengakuan formal terhadap penyelesaian perkara berbasis hukum adat mulai tahun 2026.

Foto: Gubernur I Wayan Koster, dan Kejati Bali, Ketut Sumedana, saat peresmian Bale Kertha Adhyaksa, (11/6).

“Kalau betul hukum adat bisa diakui secara formal, maka Bali sudah sangat siap. Beban negara dalam menangani perkara bisa dikurangi, dan masyarakat bisa mendapat keadilan berbasis kearifan lokal,” ucapnya.

Ia pun menyampaikan apresiasi kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali atas inisiatif yang dinilai sejalan dengan semangat membangun Bali yang berdaulat secara hukum dan budaya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa program Bale Kertha Adhyaksa adalah bentuk revitalisasi hukum adat, bukan dualisme hukum.

“Kita hidupkan kembali hukum adat dengan pendekatan modern. Ini bukan tumpang tindih, melainkan sinergi. Masalah hukum bisa diselesaikan dengan musyawarah. Jangan sampai kehilangan kambing malah kehilangan sapi,” tegas Sumedana.

Ia menyebut Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi pusat edukasi, pendampingan, dan penyelesaian sengketa hukum di tingkat desa adat. Kejaksaan akan mendampingi penuh agar desa adat semakin mandiri secara hukum dan mampu mengurangi perkara yang masuk ke pengadilan.

Peresmian Bale Kertha Adhyaksa ini juga dihadiri oleh Kajari Jembrana Salomina Meyke Saliama, Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan, Wakil Bupati I Gede Ngurah Patriana Krisna, serta unsur Forkopimda Jembrana, tokoh adat, dan perwakilan perangkat desa dan bendesa se-Jembrana.

Gubernur Koster berharap keberadaan Bale Kertha Adhyaksa menjadi role model nasional dalam menyatukan kekuatan hukum negara dan hukum adat demi terwujudnya masyarakat yang adil, demokratis, dan bermartabat.

Editor: Ken

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here