DENPASAR, KEN-KEN – Masa kampanye kontestan partai politik berakhir, (10/2/2024), dan selanjutnya adalah masa tenang sampai pada hari pencoblosan, tanggal 14 Pebruari 2024.
Peristiwa pengerusakan dan hilangnya APK, seperti yang dialami oleh caleg dari partai Perindo, masih marak terjadi. Hal ini tentu merugikan caleg yang sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dalam memperkenalkan diri dan gagasannya kepada masyarakat jika lolos menjadi anggota legislatif dalam pileg 2024.
APK calon DPRD Provinsi Bali Dari Partai Perindo Nomer Urut 1, A A GEDE AGUNG ARYAWAN, S.T., di rusak oleh oknum tidak bertanggung jawab. APK dengan slogan, “Berjuang Untuk Setarakan UMP Bali dengan UMP DKI Jakarta Rp. 5 Juta” di rusak dan hilang, “tegas A A Gede Agung Aryawan, ST di kediaman nya
Tokoh Masyarakat yang sangat peduli dengan Pendidikan dan Masyarakat kecil ini, akan memperjuangkan UMP Bali yang saat ini hanya Rp 2,8 Juta selalu. Ia tidak setuju dengan BLT Rp 600 ribu untuk masyarakat yang mendapatkan gaji lebih rendah dari Rp 3, 5 Juta dianggap sebagai hal yang tidak baik dalam menjaga martabat masyarakat dalam Adat dan Budaya Bali Lestari.
Baca Juga :
< Pj. Gubernur Bali Tegaskan Bali Siap Gelar dan Sukseskan Pemilu Tahun 2024
“Jadi masyarakat Bali yang bekerja dengan Gaji UMP Rp 2,8 Juta terasa sebagai masyarakat yang di hargai Murah karena adanya Bantuan Sosial BLT untuk Gaji Rp 3, 5 Juta kebawah. Bali sebagai Daerah Pariwisata Internasional berbasis Budaya jadi jauh di bayar dengan Upah sangat murah atau tidak layak,” tegas Gung De Aryawan.
Bali sebagai daerah kunjungan wisata internasional berdampak pada harga barang-barang kebutuhan dasar masyarakat serba mahal, bahkan harga beras, minyak, garam, telur, celana dalam, sampo, sabun mandi, sandal jepit, dan lain-lain lebih mahal dari harga Jakarta.
Hal itulah yang menjadi perjuangan politik sebagai Calon DPRD Bali, jika ia terpilih dalam pileg 2024 mendatang.
“Ini adalah fakta jika banyak oknum yang takut jika masyarakat Bali sejahtera dengan upah layak untuk ajegkan adat budaya Bali,” tutup Gung De Aryawan.
[red]