Tabanan, ken-kenkhabare.com | Bali Lintas Media– Upacara Pemelaspasan yang dilaksanakan di dua Pura Luhur Pakusari (Purusha) dan Pura Dalem Panglahan (Pradana) sebagai perwujudan Purusa dan Predana, pada Selasa, (11/4/2023).

Pemelaspasan yang pertama dilaksanakan di Pura Dalem Panglahan, setelah selesai disana dilanjutkan kemudian di Pura Dangkahyangan Luhur Siwa Pakusari, yang berada diseberang jalan. Upacara diantar oleh para Mangku dibantu Sarati dan dipuput oleh Sulinggih Ida Pandita Mpu Nabe Rsi Siwa Putra Sanatana Diaksa Manuaba dari Grya Pesiapan, Tabanan. Pemelaspasan di isi dengan caru Manca Sanak Medurga.
Menurut Manggala Pura Dangkahyang Luhur Siwa Pakusari I Nyoman Arnawa, pelaksanaan melaspas ini setelah selesai pembangunan beberapa Pelinggih antara lain Pelinggih Pesimpangan Pura Pucak Kedaton, Pelinggih Ratu Nyoman Sakti Pengadangan lan Gedong sebagia Pelinggih pokok yang mendapat perbaikan.
Pura Dalem Panglahan sebagai bagian dari Pura Dangkahyangan Luhur Siwa Pakusari berada disebelah timur jalan Raya Kedampal- Mengesta yang selama ini disungsung dan diempon oleh Desa Adat Mengesta, setelah ditelusuri bahwa Pura Dalem Panglahan adalah bagian dan merupakan satu kesatuan dengan Pura Dangkahyangan Luhur Siwa Pakusari sebagai Purusha dan Dalem Panglahan sebagai Pradana.
Terkait dengan Pemelaspasan di Pura Dangkahyangan Luhur Siwa Pakusari dilakukan setelah adanya perbaikan dan pembangunan Pelinggih baru yang sebelumnya sudah ada namun karena kondisi akibat usia sehingga perlu diadakan perbaikan beberapa Pelinggih. Pemelaspasan diisi dengan Tawur Manca Kelud.

Sebagai Pura yang disungsung atau diempon oleh Sisia (murid) dan Pura Luhur Pakusari dulunya sebagai Padukuhan atau Pasraman yang menurut bukti-bukti, Situsnya bangunan suci sebagai tempat pemujaan Ida Sanghyang Widi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, yakni bangunan Pura sebagai peninggalan/bukti/situs dan peninggalan seperangkat kwaca/pakaian pendeta untuk memimpin persembahyangan serta bukti berupa Ketu (gelung Wiku/Pendeta) yang diberi nama oleh Sisianya Pura Dangkahyangan Luhur Pakusari.
Sedangkan Ritusnya adalah dilaksanakannya Pujawali/Piodalan setiap enam bulan sekali yakni pada Anggara Kliwon, Julungwangi.
Sejarah dari keberadaan Pura ini sejatinya memiliki lontar yang konon disembunyikan di atas pohon Enau pada masa penjajahan Belanda, saking lamanya lontar dalam kondisi lapuk dan hancur sehingga tidak terbaca. Namun berdasarkan bukti-bukti dapat dituangkan kedalam prasasti dengan bahan tembaga wasa yang tersimpan di Pura Luhur Pakusari.
“Piodalan di Pura Dalem Panglahan bersamaan dengan Piodalan di Pura Dangkahyangan Luhur Pakusari. Letak Pelinggih yang berada diarea Pura Dalem Kedampal menjadi pemilik bersama yang sudah disaksikan oleh Kelihan Adat Kedampal pada hari ini,” ujar Nyoman Arnawa Ketua Yayasan Pura Pakusari.
“Ini merupakan tonggak sejarah keberadaan Pura yang menjadi warisan untuk generasi, anak cucu selanjutnya, Dengan disaksikan oleh Prajuru Adat dan Perbekel. Pada saat Piodalan di Pura Dangkahyangan Pakusari, Pura Dalem Panglahan juga dilakukan pengerainan/piodalan pada pagi hari yang sama,” ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan Anggota DPRD Kabupaten Tabanan.
Selesai upacara Pemelaspasan di Pura Luhur Pakusari, dilanjutkan dengan Ida Betara dan tapakan Ratu Gede dan Rangda mesucian ke Beji yang ada pada sisi Barat Laut Pura. Datang (rauh) dari Beji dilakukan persembahyangan bersama lalu Ida Betara kembali melinggih (berstana) ke tempatnya (genah) masing-masing.
Upacara diakhiri dengan pementasan tari wali berupa tari Topeng Sidakarya sebagai symbol bahwa pelaksanaan yadnya sudah berjalan dengan sukses dan lancar. Tari topeng Sidakarya dibawakan oleh “Sengap” dan sanggarnya.
[Aw]