
Jakarta (10/2) –Meningkatnya permohonan dispensasi kawin sejumlah 25.281 di Tahun 2019 menjadi 65.301 di Tahun 2020 selanjutnya menurun menjadi 63.352 di Tahun 2021 serta 52.095 di Tahun 2022, kondisi tersebut menunjukkan walaupun terjadi penurunan namun angkanya masih tergolong tinggi.
Sesuai Peraturan MA No.5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, dimana dalam Pasal 15 disebutkan bahwa dalam memeriksa anak yang dimohonkan dispensasi kawin, Hakim dapat meminta rekomendasi dari Psikolog atau Dokter/Bidan, Pekerja Sosial profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Komisi Perlindungan Anak Indonesia/Daerah (KPAI/KPAD).
Terkait hal tersebut fakta di lapangan Dinas PPPA banyak yang sudah melakukan MoU dengan Pengadilan Agama dan memberikan rekomendasi dalam pengajuan permohonan dispensasi kawin, namun bentuk rekomendasinya masih beragam dan tidak ada keseragaman di daerah.
Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan, Deputi Pemenuhan Hak Anak menyampaikan bahwa KemenPPPA telah menyusun Panduan Pemberian Rekomendasi Dispensasi Kawin bagi Dinas PPPA di daerah.
“Langkah ini disambut positif oleh Direktorat Jenderal Mahkamah Agung, mengingat para Hakim di Pengadilan Agama akan terbantu dengan adanya panduan ini dan hasil asesmennya dapat digunakan hakim sebagai pertimbangan dalam memutuskan permohonan dispensasi kawin, mengingat tugas hakim sangat banyak tidak hanya menangani dispensasi kawin, namun juga perkara waris maupun perceraian,” ujar Rohika.
Rohika menjelaskan komitmen MA sangat kuat dalam mengawal pelaksanaan dispensasi kawin yang dibuktikan dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama dengan Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung pada Tanggal 3 April Tahun 2022 Nomor: 036/Setmen.Birohh/KL.01/10/2022 tentang Perlindungan Anak dalam Penanganan Perkara Dispensasi Kawin.
Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama MA, Dr. Dra. Nurjannah Syaf menyampaikan bahwa yang tercatat pemohon dispensasi kawin sebagian besar adalah karena cinta hampir 31 % sedangkan yang hamil jumlahnya 13 %.
“Namun yang perlu menjadi perhatian adalah yang menikah secara tidak tercatat, hal ini perlu penguatan dari Kementerian/lembaga yang mempunyai tugas tanggung jawab sesuai kewenangan,” ujar Nurjannah.
Rita Pranawati dari lembaga Rahma.id menyampaikan Panduan Rekomendasi Dispensasi Kawin bagi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Daerah harus segera diberlakukan, pemberian rekomendasi dilakukan dengan proses pendampingan baik konseling baik terhadap anak, namun juga bagi orang tua maupun calon mertua dari anak yang dimohonkan.
“Ini merupakan upaya dalam mengurangi perkawinan Anak, mengingat target Nasional 8,74 % di tahun 2024. Panduan rekomendasi dispensasi kawin ini dipergunakan untuk menstandarkan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan hakim dan perlu ditindak lanjuti dengan kebijakan lain supaya lebih holistik,” jelas Rita.
KemenPPPA dalam hal ini menekankan dispensasi yang diberikan juga harus memperhatikan prinsip perlindungan Anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak; Hak hidup dan tumbuh kembang; dan Partisipasi. Keputusan hakim harus memperhatikan prinsip perlindungan anak. “Karena mendesaknya kebutuhan acuan bagi Dinas PP didaerah, maka instrumen dalam pedoman rekomendasi dispensasi kawin tersebut perlu dikuatkan dengan legalitas berupa Surat Edaran Mahkamah Agung yang akan diberlakukan bagi seluruh pengadilan agama dan Keputusan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bagi Dinas PPPA agar mempunyai kekuatan hukum,” tutup Rohika
(REDAKSI)